Pendakian Gunung Sigandul (Gunung Stlerep) via Dadapan

Gunung Sigandul atau yang juga dikenal sebagai Gunung Stlerep terletak di Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Lokasi gunung ini terletak di antara Gunung Sindoro dan Gunung Prau. Gunung dengan ketinggian 2005 mdpl pada puncaknya ini terbilang gunung yang kurang terkenal dibandingkan dengan gunung-gunung yang ada di sekitarnya. Jalur pendakian Gunung Sigandul baru dibuka beberapa tahun belakangan dan masih sedikit orang yang mengetahui atau pernah mendaki gunung ini. Meskipun begitu pemandangan dari atas puncak Gunung Sigandul tidak kalah cantik dengan gunung-gunung yang sudah terkenal. Dari puncaknya kita dapat melihat Gunung Kembang, Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing berjejer di sebelah tenggara, sedangkan Gunung Prau terlihat di sebelah barat laut.

View khas dari Puncak Sigandul. Kiri ke kanan : Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, Gunung Kembang

Saya mengetahui Gunung Sigandul dari line square Pendaki Jateng dan DIY, waktu itu ada open trip pendakian bersama di Gunung Sigandul. Saya tidak dapat mengikuti pendakian bersama tersebut, namun beberapa bulan kemudian saya bersama seorang teman kuliah saya memutuskan untuk mendaki ke Gunung Sigandul. Untuk mendaki gunung Sigandul, ada beberapa jalur pendakian tempat kita bisa memulai pendakian, yaitu melalui basecamp Bulu Rejosari dan basecamp Dadapan. Di post ini saya akan menceritakan pengalaman mendaki Gunung Sigandul via Dadapan. Rencananya, kita akan mendaki tik tok alias tidak camping. Kita akan mendaki di malam/dini hari dengan perkiraan tiba di puncak saat matahari terbit, kemudian turun.


31 Maret 2018, saya berangkat dari Jogja menuju Magelang, tempat dimana teman saya tinggal. Kita bertemu di daerah Secang, Magelang. Setelah sholat Magrib, kita melajukan motor menuju basecamp Dadapan. Rute yang kita lewati dari Magelang adalah Secang – Temanggung – Parakan – Ngadirejo dan terus ke barat sampai basecamp. Kita berdua sebenarnya belum pernah ke daerah sana dan sama sekali tidak tahu jalan, jadi kita mengandalkan rute dari Google Maps saja waktu itu hahhaha. Bisa dicari dengan kata kunci “Basecamp Sigandul via Dadapan”, sudah tepat sesuai lokasi.

Perjalanan berangkat saya kebagian menyetir. Perjalanan masih aman sampai Parakan karena kita berdua sudah sering lewat daerah sini. Menuju Ngadirejo, jalanan sepi dan gelap karena sudah mulai menjauh dari kota. Dari Ngadirejo menuju basecamp rute yang dilewati adalah perkampungan warga, bukan lagi jalan raya. Dari sinilah kita harus sabar sabar dan ekstra hati-hati menyetir motornya, karena kita mulai memasuki perkampungan dan pedesaan, jadi jalanan udah gak bisa diajak nyantai hahaha. Tanjakan turunan tikungan udah gak kehitung, belum lagi jalanan yang licin dan sempit, gelap karena malam hari, udara dingin kaki gunung, kadang melewati pemukiman warga, kadang perkebunan, sungai, jurang dll. Dan jalanan perkampungan ini ternyata jauuhhh, ngeri-ngeri sedap lah nyetir sendirian malem-malem disana. Tangan saya gemeteran antara kedinginan dan takut, takut medannya semakin sulit, takut nyasar, takut tujuan masih jauh dan gak kuat, takut jatuh atau terpeleset. Saya dan teman saya (yang kebagian tugas sebagai penunjuk jalan dari Google Maps) sama-sama tegang sepanjang jalan. Kayaknya mobil tetep bisa lewat, cuma ya jalanannya bakal sulit dan butuh skill yang tangguh hahah.

Sebelum kita tiba di basecamp Dadapan, kita melewati basecamp Bulu Rejosari (pastikan kalian lewat basecamp Bulu kalau menempuh rute yang sama dengan kita ya, kalo enggak, dipastikan kamu nyasar wkwkwk). Tadinya, kita mau berhenti di sini saja, tapi basecampnya sepiiii banget blas gak ada pengunjung. Karena saya baca-baca di gugel lebih banyak yang naik via Dadapan, jadi saya optimis buat lanjut nyetir ke Dadapan dengan harapan di sana gak sepi-sepi amat gitu, heheh. Akhirnya kita melanjutkan perjalanan lagi ke basecamp Dadapan, kurang lebih masih 15 menit perjalanan dari basecamp Bulu Rejosari.

Setelah kurang lebih 3 jam perjalanan motoran (dari Magelang yap), kita sampai di basecamp Dadapan. Disana sepi juga, nggak terlihat ada pendaki lain, tapi ada beberapa motor dan helm pengunjung yang mungkin sudah mendaki. Kita masuk ke basecamp, duduk di atas tikar sambil beristirahat, masih shock atas perjalanan kesini, kita ketawa-ketawa ngetawain diri sendiri sampai mau nangis. Hahahah. Pokoknya geli sendiri sama perjalanan tadi tuh. Tapi yang jelas sih: kapok! Kalau tau jalannya kayak gitu, mana mau kita nekad berdua kesini! Hahaha.

Pemiliki basecamp Dadapan adalah keluarga Mbak Wiwik, basecampnya sendiri masih menjadi satu dengan rumahnya, dan sedang dibangun. Kita berkenalan dengan beberapa pemuda lokal yang lagi nongkrong disana, juga dengan Mbak Wiwik. Mereka ramah-ramah sekali dan kita dijamu seperti tamu. Kita disajikan kopi temanggung yang diproduksi sendiri oleh keluarga Mbak Wiwik, mulai dari pohonnya ditanam sampai jadi bubuk kopi. Beliau membawa nampan berisi kopi bubuk, gula, beberapa gelas dan termos berisi air panas dan kita dipersilahkan untuk meracik kopi sendiri. Dan kopinya tuh enaakk banget! Saya baru pertama kali ngerasain kopi asli dan langsung di tempatnya jadi agak norak gitu hahaha.

Rencananya kita mau makan di basecamp karena biasanya basecamp kan banyak yang jual makanan, eh tapi ternyata disini gak ada yang jual makanan. Bingung lah kita tuh, mau makan apa coba, mana laper banget kan habis perjalanan jauh. Kata Mbak Wiwik ada warung tapi yah warung biasa, bukan warung ala basecamp pendakian gitu, itu pun sudah tutup. Di tengah obrolan mas-mas yang tadi nongkrong di rumah itu bilang mau ke warung di atas (jalanannya emang naik turun gitu disana), mau beli kopi, dan nawarin kita mau nitip enggak. Kita pikir warungnya kayak warkop gitu, jadi kita nitip indomie goreng telur. Eh ternyata pas mereka datang, indomie dan telurnya masih mentah gaes. Hahahah. Saya dan temen cuma saling pandang dan nahan tawa, ‘trus kita masaknya gimana??’ kira-kira gitu lah arti pandangan kita hahah. Kemudian mas-masnya bawain kompor lapangan, panci, gas hi cook serta peralatan makan lainnya ke tempat kita. Kaget campur gak enak gitu karena udah ngerepotin banget banget. Tapi yaah kita pake juga buat masak mie haha.

Masih sambil ngobrol dengan Mbak Wiwik, di tengah kita masak mie ibu dan bapaknya Mbak Wiwik datang, ngobrol-ngobrol lah, pas udah mau dimakan mie nya, ibunya bawain kita nasi jagung, ikan teri, dan sambal uwur. Kita excited bangeet karena ini pengalaman perdana banget huahaha. Nasi jagung kurang lebih nasi yang dibuat dari jagung (yaiyalah wkwkw), dan prosesnya lumayan lama bikinnya, teksturnya kayak tepung gitu dan rasanya lebih gurih dari nasi padi biasanya. Kalau sambal uwur itu sambal kering, kayak cabe bubuk, tapi gak sampai hancur jadi bubuk gitu. Wah pokoknya hepi dan bersyukur banget bertemu dengan keluarga yang baik banget ini dan bisa ngerasain pengalaman ini. (btw semua itu gratis kecuali mie dan telor yang kita titip tadi, ahaha)

Selanjutnya yang paling wajib kalian lakukan adalah bayar simaksi atau gampangnya tiket masuk lah. Simaksi pendakian Gunung Sigandul via Dadapan per orangnya sebesar Rp. 7,500. Waktu sudah menunjukkan pukul 23.30 ketika keluarga Mbak Wiwik, para mas-mas dan kita bersiap untuk tidur. Kita juga dipinjami bantal dan sleeping bag sebelum tidur. Wah, pokoknya mereka baik banget sampai kita ngerasa gak enak udah banyak ngerepotin. Ini pertama kalinya naik gunung dan merasa bisa akrab sama warga basecampnya (biasanya basecamp pendakian udah jadi tempat bisnis cuy).

Jam 2 dini hari, kita bangun dan bersiap untuk summit attack alias muncak! Aku sih gak bisa tidur blas, dingin banget woy. Sayangnya di basecamp semua orang udah tidur, jadi kita gak sempat pamit sama siapa-siapa dan langsung berangkat. Kita juga sudah mengantongi peta ketika bayar simaksi sebelumnya. Maaf ya petanya udah gak tau kemana hahaa, kira-kira pendakian lewat jalur Dadapan ini kita akan melewati: Curug Ponco Tunggal - Pos 1 (Dalan Anyer) - Pos 2 (Camp Sibonang) - Pos 3 (Tanjakan PHP) - Puncak Sigandul.

Pertama-tama, jalur yang kita lewati adalah perkebunan warga. Tracknya kurang lebih merupakan batu-batu yang disusun dengan jalan yang naik turun dan melingkar-lingkar. Tapi karena gelap, gak kelihatan deh pemandangan dan sayur-sayurannya. Di track ini juga kita akan melewati Curug Ponco Tunggal, tapi gak sebelahan banget sih, harus turun kalau mau kesana. Jadi kita Cuma bisa ngelihat dari jauh dan denger suara air terjunnya aja. Sekitar 30 menit berjalan di kawasan perkebunan itu, kita mulai masuk ke area perbukitan. Jalur pendakian ini muter-muterin bukit terus, naik turun, mungkin ada lah 3 bukit dilewatin hahaha. Sepanjang jalur di bukit itu juga masih terdapat kebun-kebun warga. Makanya banyak jalur yang bikin terkecoh, antara jalur pendakian atau jalur untuk warga yang berkebun. Petunjuk jalan memang ada dan cukup memadai, namun di beberapa titik masih perlu ditambah. Pendakian ini agak berbeda dengan pendakian gunung pada umumnya, karena kita cenderung muterin bukit, jadi jalurnya cukup terbuka (jarang pepohonan lebat di sepanjang jalur).

Sepi. Banget. Parah. Kita gak ketemu siapapun selama pendakian itu. Sunyi banget rasanya, kayak cuma kita berdua aja yang ada disitu. Untungnya jalurnya terbuka dan cahaya bulan lagi terang-terangnya, jadi gak ada kesan serem atau gimana. Tidak jauh sebelum sampai di Pos 2, kita melihat ada cahaya merah dari bawah dilambai-lambai. Jadi kita lambai balik aja pake senter kita hahaha.

Ekspektasi menikmati sunrise di puncak pun musnah, karena kita baru sampai di Pos 3 Tanjakan PHP ketika semburat merah mulai terlihat di timur.. jadi saya baca di internet kira-kira perjalanan sampai puncak memakan waktu 3 jam, tapi ternyata sudah 2 jam lebih kita baru disini hahaha. Tanjakan PHP ini bener-bener emang, keliatan dari jauh cantik, tapi setelah dijalani Masya Allah beratnya. Di PHP bener. Sakiiiitt.
Kiranya Pos 3 ke Puncak udah deket, jadi rencana solat Subuh sekalian di puncak aja. Karena sepanjang jalur pendakian ini gak ada tanah datar yang cukup. Tapi ternyata jauuuh kok gak sampe-sampe sementara udah terang banget. Jadi sekitar pukul 06.00 kita berhenti di tengah-tengah jalur pendakian yang sebenernya sempit dan cukup buat jalan 1 orang aja, tapi datar jadi bisa dipake buat solat hahaha. Disini kita bisa lihat Gunung Prau dengan jelas, kita duduk-duduk sembari menikmati pemandangan dan makan cemilan.
Track sepanjang jalur
Gunung Prau
Iyaa..jalannya cuma segini
Perjalanan dilanjuuutt.. kita melewati kebun lagi di kanan kiri. Wow keren juga kebuh nun jauh di atas sini. Masih tetep belum ada orang selain kita. Lepas dari kebun itu, kita ngikutin anak panah yang mengarahkan kita ke atas, atas terus.. di ujung jalan kita menemukan padang ilalang yang tinggi dan lebat, jalan setapaknya hampir ga kelihatan, dan jalurnya menurun. Kita coba untuk ngikutin jalur itu, tapi kok rasanya gak mungkin jalur pendakian, karena kayak jarang orang lewat sini. Tapi.. udah gak ada jalur lain selain ini. Daripada kita nyasar terlalu jauh, kita kembali ke jalan sebelumnya, melewati kebun-kebun itu lagi. Di kebun ini sebenarnya banyak persimpangan, akhirnya kita coba persimbangan demi persimbangan daaan… buntu. Iya, semua buntu. Sementara matahari makin tinggi dan panas, dan waktu terus berjalan. Kita muter-muterin aja kebun itu, berharap ada warga yang datang. Udah putus asa rasanya, capek banget karena ternyata estimasi pendakian molor jauh, dan bekal kita juga menipis.

Setelah muter-muter kebun, mencoba jalur ilalang itu lagi, balik arah dan muter-muter kebun lagi, balik lagi ke jalur ilalang.. akhirnya kita memutuskan untuk turun aja. Hahaha. Rasanya kita udah putus asa dan ikhlas kalau gak sampai ke puncak. Kita lewatin kebun itu lagi, ternyataaa ada warga yang sudah datang! Akhirnya ketemu orang lain selain kita berdua hahaha. Bertanyalah kita pada bapak paruh baya itu, ternyata memang benar jalur ilalang itu adalah jalur menuju puncak. Awalnya bingung, lanjut atau enggak, tapi karena udah nanggung dan penasaran, akhirnya kita putuskan untuk babat terus jalur ilalang itu! Hahaha.

Ilalangnya lebat dan tinggi melebihi tinggi badan kita, dan basah karena embun. Semakin jauh kita berjalan, semakin rapat ilalangnya. Sampai udah gak kelihatan jalur setapaknya. Kita berdua jalan pelan-pelan sambil nyebut terus dalam hati, semoga ga nyasar, semoga cepet berakhir ini ilalang. Dan ilalangnya tajem banget gaes, nusuk-nusuk sampai ke muka. Sungguh ini bikin deg-degan banget.
Memasuki jalur ilalang. Ini awalnya aja, makin kedalem makin rapeeet
Akhirnya setelah terbebas dari ilalang itu, kita lihat tenda! Nggak kebayang bahagia banget itu, rasanya kalo ketemu pendaki lain pengen saya peluk hahaha. Kita berjalan cepat menuju tenda itu, dan bertemu dengan si pemilik tenda sebelum akhirnya kita beristirahat dekat tendanya. Kata mas-mas tenda, puncaknya masih sedikit ke atas lagi. Tapi kita udah kecapekan banget alias wiped out, udah gak ada energi dan excitement buat ngelanjutin pendakian hahaha. Pendakian yang diestimasi memakan waktu 3 jam ternyata menghabiskan waktu 5 jam lebih. Nggak lama kita istirahat disitu, bahkan gak sempat foto-foto, kabut mulai turun. Karena takut bakal nyasar lagi kalau kabut semakin tebal (juga ngejar waktu), kita berdua pamit sama mas-mas tenda dan memulai perjalanan turun…
View paling mentok hahaha

Kabut turun...



Jadi aku harus ke kanan atau ke kiri??



Lupa juga berapa jam perjalanan turun hahaha. Intinya capek banget… (yaiyalah!), tapi kali ini capek bukan hanya karena mendaki tapi karena sempat frustasi karena nyasar dan sendirian di gunung hahaha.

BTW ini info penting (hahaha iya ga ya?). Sebelum tiba di basecamp Mbak Wiwik, kita ngelewatin warung yang jual gorengan yang aromanya weehh menggoda iman pendaki yang udah lemes dan pikirannya cuma makan dan tidur kayak kita ini hahaha. Dan ternyata, ada tempe goreng kuning (bukan nama sebenarnya) khas dieng yang jadi favorit aku banget itu! Jadi waktu pertama aku ke dieng, aku penasaran sama gorengan kuning-kuning (beneran, kuning banget warnanya) yang dijual di pinggir jalan. Itu adalah tempe goreng kuning kriuk besar yang harganya kalo gak salah waktu itu Rp. 2000. Tapi di warung ini harganya cuma Rp. 500 sodara-sodara! Haduh parah enak banget, pengen makan gorengan ini selamanya hahaha. Usut punya usut (bener ga nih pemakaian katanya?), warnanya jadi kuning karena ditambah kunyit. Oohhh begitcu. Kita makan gorengan sampe kenyang dong dan tidak lupa bungkus juga hahaha.

:)
Mungkin sekitar pukul 1 ya, kita kembali ke basecamp. Mandi, beres-beres, ngobrol-ngobrol sama pendaki lain yang sudah turun (kok ga ketemu sama sekali ya di atas?). Bapak bilang lihat senter kita di atas semalam, jadi yang ngasih sinyal merah itu Bapak hahaaha. Mendekati ashar hujan mulai turun rintik-rintik, tapi kami harus segera pulang. Dengan mengenakan ponco, kami mengendarai motor kembali ke Magelang, lewat jalan yang agak berbeda karena sudah dikasih ancer-ancer sama Bapak, tapi saya lupa lewat mana hahaa. Sampai di jalan raya hujan turun deras sekali, sehingga kita mampir warung bakso masih di daerah Temanggung untuk menghangatkan diri. Alhamdulillah kami kembali ke Magelang dan saya melanjutkan perjalanan ke Jogja dengan aman dan selamat.



No comments:

Post a Comment

Pendakian Gunung Sigandul (Gunung Stlerep) via Dadapan

Gunung Sigandul atau yang juga dikenal sebagai Gunung Stlerep terletak di Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Lokasi ...